“Kalau bahagia jangan menggantungkan kebahagianmu kepada orang lain” – bunyi quotes yang kubaca semalam di salah satu postingan Instagram. Sekilas pernyataan ini tidak ada yang keliru, akhir-akhir ini pun makin buanyak quotes yang berbunyi demikian. Bahwa “kebahagian” itu yaa kuncinya dari diri sendiri. Seakan mendorong kita sebagai manusia untuk lebih bersikap individual.
Entah kenapa, karena quotes ini aku jadi teringat pelajaran waktu SD yang bilang bahwa manusia sejatinya adalah makhluk sosial. Makhluk yang tidak bisa hidup sendiri, makhluk yang membutuhkan oranglain. Rasanya quotes tentang “bahagia sendiri” jadi kurang relevan.
Ku jadi bertanya pada diriku sendiri, sebetulnya apa yang bikin aku bahagia? Dalam praktiknya aku pribadi merasa jadi orang mandiri, yang kemana-mana berani sendiri, mencukupi kebutuhanku sendiri, ikut berbagai kegiatan sendiri, mengambil keputusan sendiri, sangat sedikit sekali besinggungan dengan oranglain. Lalu apakah aku merasa bahagia? 🙂
Dalam beberapa hal mungkin aku merasa bebas. Tapi untuk mengatakan bahwa aku bahagia, rasanya kok lebih ke merasa bebas.
Ku putar ulang ingatanku, hal-hal yang menurutku membuatku bahagia. Walaupun konon kata penelitian otak lebih bisa merekam memori kesedihan daripada kebahagian. Tapi terus kucoba, mengingatnya dari hal terdekat.
Ajaibnya, ingatanku soal bahagia lebih pada hal-hal yang berhubungan dengan oranglain. Aku merasa bahagia saat kekasihku menggandeng tanganku, dan berkata takut kehilanganku. Aku merasa bahagia saat momen mamak menanyakan “sudah maem belom”. Aku merasa bahagia saat keluargaku memutuskan makan sambel bawang sama tempe goreng saja di rumah daripada jajan sate. Aku merasa bahagia, saat aku bisa jujur pada sahabatku bahwa aku sedang tidak punya uang buat jajan mi katsu kesukaanku. Bahkan saat mengingat dan menulis ini pun, aku merasa bahagia.
Dari list daftar bahagia yang coba kuingat, jika ditarik satu kesimpulan hal yang membuat bahagia adalah hubungan yang baik. Kembali ke fitrah manusia adalah makhluk sosial. Dan hubungan yang baik diantaranya meliputi ; keterbukaan, kejujuran, dan komunikasi yang baik.
Dalam hal ini, aku jadi teringat daya hidup orang Jawa, yang hari ini mulai tersingkirkan karena dianggap ribet. Srawung, sambatan, rewang, tembunge sik apik, dan masih banyak lagi yang berhubungan dengan orang lain.
Sebagai orang semi-kota yang lebih banyak terpapar soal konsep-konsep individualis (yang jelas bukan budaya Indo) Sangat perlu memeriksa ulang berbagai konsep yang datang dari budaya lain. Bukan untuk merubah segalanya, paling tidak bisa meracik dan meramunya menjadi berbagai resep yang bisa dibawa terbang kemana saja tapi tak pernah kehilangan akar.