BABAK BARU : PADA AKHIRNYA KITA AKAN SENDIRI

Idamen
2 min readJul 11, 2021

--

Sayup-sayup suara adzan subuh terdengar, hari tak begitu dingin, aku setengah sadar. Mata masih berat, ngeriung di kasur tipis adalah pilihan tepat setelah seharian ngublek pengiriman barang, aku tertidur lagi.

Selang setengah jam kemudian, hpku bergetar-getar ah ku kira telpon dari Bank Mandiri yg biasanya nawarin asuransi. Dengan malasnya ku angkat “Mbak bapak meninggal, gek pulang” “bapak sopo?” Kataku “bapakmu mbak” ku diam beberapa saat, mematikan telpon dan mencoba menyadarkan diri.

“Oke calm, kamu boleh nangis tapi harus tetep waras, kamu dah persiapan buat hari ini udah lama panik ngga akan menyelesaikan masalah” kataku.

Sengaja, kecepatan motorku tak lebih dari 60km/jam, “sial pemandangan dari Minggir ke Bantul kenapa indah banget sih” kataku

Hening di atas motor, beruntungnya aku dikenalkan self control dengan meditasi. Kecup man temanku di Minggir.

Sampai di rumah Bantul, ada tubuh teronggok lemah di atas kasur ditutup kain jarik warna coklat bermotif embuh. Tangisku tak terbendung, ku tau itu seorang laki-laki tua yang selama ini kesepian, dan beliau adalah bapak biologisku.

Aku kalut, sekuat apapun mempersiapkan mental di sepanjang jalan, ku tetap tak bisa melihat orang tua ini diam saja, ku datang, badannya masih terasa hangat, perlahan mulai dingin, mulai dingin dan bablas. Bapak tua ini, betulan meninggal dunia.

Sesering apapun aku ditinggalkan, kehilangan tetap menjadi hal menyakitkan.

Kafan dibentangkan, aku menyaksikan seksama seonggok manusia yang tak akan bisa lagi ku lihat hari-hariku ke depan. Ku rekam semuanya semampuku. Wajahnya pucat, tangannya tak lagi berenergi, kuusap setiap kerut keriput di wajahnya.

Ku kenakan kapas-kapas menutupi lubang hidung dan telinganya, jujur dalam hati aku masih mengharapkan keajaiban, orang tua ini bisa kembali bangun. hey sadar da, kematian bukan lelucon.

Bapak sudah wangi, sudah siap berangkat. Ronce-ronce kembang setaman, menghiasi peti. Doa dipanjatkan, bapak siap diberangkatkan.

Tepat pukul 10.00 bapak berangkat. Semuanya gelap, aku tak lagi berdaya mengantar bapak. “Ngapunten pak, anakmu banyak salah, banyak dosa kaliyan bapak, yang ngga jujur, yg selalu bohong soal kondisiku, yg selalu bilang bahwa aku baik-baik saja, aku yg selalu lari tiap ada masalah, atau saat bapak kesakitan aku pun lari, aku ngga pernah tega, kenapa bapak harus hidup dengan rasa sakit”

Bodohnya aku, aku menangis sejadinya di hari kepergianmu aku masih menanyakan bagaimana nasibku, dimana aku akan tinggal, dengan siapa? Egois.

Sejak ibu meninggal, ibu kedua meninggal, simbah meninggal aku seharusnya sudah tau, bahwa tidak ada yg bisa aku gantungkan.

Semua orang akan berkata bahwa aku ngga sendiri. Tapi faktanya aku sudah sendirian, dan aku benci itu.

Selamat datang di fase ini da, saatnya kamu berdamai dengan kesendirian, dengan rasa sepi, dan dengan dirimu sendiri. Terima dan maafkan dirimu sendiri, sayangi dia, karena dirimu yang akan membawamu ke garis finish.

Untuk kedua orang tuaku, selamat bertemu di sana. Ini berat buatku, tapi percayalah aku akan bisa melewati kehidupan brengsek ini, dengan sebaik yang ku bisa.

Selamat jalan bapak & ibuk ❤️

--

--

Idamen
Idamen

Written by Idamen

Ruang rahasia yang nggak rahasia-rahasia amat 🌻

No responses yet